Cara Dampingi Anak Hadapi Masa Akil Balig

Di masa sekarang, ada jarak yang panjang antara hadirnya masa akil dan balig dalam diri anak-anak. Kenapa hal tersebut bisa terjadi, dan bagaimana cara menghadapinya? Berikut ulasan lengkapnya!

Sudah semestinya kita menyiapkan anak-anak sejak masa sebelum konsepsi, kehamilan, kelahiran, sampai balig, agar saat mereka balig tersebut, mereka juga akil.

Jarak Panjang Akil Balig

Sayangnya di zaman sekarang hal itu sulit diwujudkan. Sekarang anak kelas 3 SD, kurang lebih umur 10 tahun, sudah balig, tetapi mereka masih jauh dan akil. Anak-anak kita, pemuda-pemudi kita, bisa bersikap seperti orang dewasa, bisa mengambil keputusan, bisa cari uang sendiri, berpikir dan bertindak dengan matang, siap menikah, rata-rata berada pada usia 25 tahun.

Dari usia 10 tahun di mana anak-anak sudah mulai balig, dan usia 25 tahun di mana anak baru mulai akil, ada jarak yang sangat panjang, 15 tahun. Masa inilah yang disebut sebagai masa bingung, masa di mana anak-anak ini memiliki ukuran baju yang sudah sama dengan ukuran baju orang tuanya, bahkan jauh lebih pintar dalam berbagai hal dibanding orang tunya, seperti pintar dandan, belanja, jalan-jalan, penggunaan teknologi, dan sebagainya, tetapi mereka tidak mengerti masalah kehidupan.

3 Pertanyaan sebagai Bekal Hidup

Untuk mengatasi hal ini, ada tiga pertanyaan mendasar yang harus diajarkan orang tua kepada anak-anaknya, sehingga mereka akan semakin dewasa dalam memahami kehidupan ini.

  • Pertama, dari mana kita berasal ? Terkait hal ini, kadang-kadang orang tua juga masih salah kaprah. Mereka mengatakan bahwa kamu (anak) itu asalnya dari perut ibu. Padahal, seharusnya tidak demikian. Jasad kita memang berasal dari rahim ibu, tetapi kita sejatinya berasal dari Allah.
  • Kedua, untuk apa kita dilahirkan ke dunia? Anak-anak yang kehilangan eksistensi dirinya—mereka yang merasa j elek, bodoh, tidak berguna, biasanya merasa seperti itu karena mereka tidak tahu untuk apa dilahirkan. Mereka mengira dilahirkan untuk menjadi bahan ejekan/lelucon. Maka, anak harus tahu bahwa setiap manusia yang lahir ke muka bumi memiliki dua misi, yaitu misi sebagai hamba Allah dan misi sebagai khalifah Allah di muka bumi.
    Ada tugas yang harus dilakukan manusia untuk memperbaiki diri sendiri sebagai hamba Allah, juga tugas untuk memperbaiki orang lain—melakukan dakwah amar makruf nahi mungkar. Jika sudah demikian, anak-anak akan tahu harus melakukan apa, mereka bisa menimbang sendiri mana langkah yang mendekatkan kepada misi, dan mana langkah yang menjauhkan mereka dari misi. Hal ini selanjutnya akan memudahkan orang tua dalam mengarahkan mereka, tinggal bertanya saja, apakah aktivitas yang akan dilakukan itu mendekatkan diri kepada Allah atau justru tidak.
  • Ketiga, ke mana akan kembali setelah wafat? Kalau anak-anak mengerti bahwa konsep akhirat itu sebenarnya berjalan paralel dengan apa yang kita lakukan sekarang, maka mereka akan cukup untuk menjadi orang baik, ada ataupun tidak ada orang tuanya. Saat kita berbuat baik di dunia, sebenarnya kita sedang memperbaiki akhirat kita. Demikian halnya saat kita berbuat buruk di dunia, sebenarnya kita juga sedang memperburuk kondisi akhirat kita.

Siapkan Anak untuk Siap Ditinggal

Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam hidup ini sebenarnya kita sedang menyiapkan anak-anak untuk siap kita tinggalkan. Maka, orang tua yang sadar kalau mereka itu fana, mereka akan wafat kapan pun Allah kehendaki, mereka akan menyiapkan anak-anaknya untuk tidak bersama dirinya. Mereka akan mendidik anak-anak menjadi generasi yang kuat mental, fisik, ilmu, juga amalnya.

Namun, orang tua yang tidak sadar dengan hal seperti itu, mereka mengira bahwa selamanya akan memeluk anak-anaknya, mereka akan memanjakan anak-anaknya. Kita harus berpikir, anak kita suatu saat akan pergi dari rumah kita, sehingga kita cukup jadikan rumah sebagai landasan, untuk anak lepas landas, terbang, dan kemudian mendarat di mana pun ia inginkan. Satu hal yang harus selalu kita ingatkan, bahwa di mana pun mereka berada, mereka harus menjadi benih-benih kebaikan yang tumbuh dan membesar bersama orang-orang baik.

Oleh : Ustazah Ida Nur Laila, Konselor Sosial & Praktisi Parenting
Sumber : Hadila Januari Edisi 187
Foto : pexels-timur-weber