Prosedur Muamalah Dengan Hutang

Berdagang merupakan salah satu pintu untuk mendatangkan rezeki. Berdagang juga merupakan bentuk muamalah, artinya hubungan transaksi antar manusia. Hukum dasar dalam muamalah adalah boleh, selama tidak ada dalil yang melarang.

Mari perhatikan ayat mengenai utang berikut, yang merupakan ayat terpanjang dalam Al-Qur'an :

"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berutang itu mengimlakan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikit pun daripada utangnya. Jika yang berutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakan, maka hendaklah walinya mengimlakan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu).

Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil dan janganlah kamu jemu menulis utang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah muamalahmu itu), kecuali jika muamalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual-beli dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah, Allah mengajarmu, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." Al-Baqarah: 282]

Ayat ini menerangkan muamalah yang dilakukan dengan utang, artinya utang tidak dilarang, hanya saja terdapat prosedur untuk melakukannya.

Pertama, mencatat. Kegiatan ini tidak sekadar menulis, melainkan tulisannya dianalisis dan ditelaah, sebagaimana ilmu akuntansi yang digunakan untuk mengambil keputusan strategis perusahaan. Kita bisa mengikuti kaidah aset = liabilitas + modal. Aset berupa kas dan setara kas seperti tabungan di lembaga keuangan, persediaan toko, perlengkapan, peralatan, piutang, dan aset tetap. Liabilitas (kewajiban) berupa utang ke supplier atau lembaga keuangan, juga kewajiban jangka pendek lainnya, sementara modal adalah modal awal ditambah keuntungan yang diputar kembali untuk menambah modal.

Kedua, ada saksi, setidaknya dua laki-laki atau satu laki-laki dan dua perempuan atau empat perempuan. Jadi, catatan utang-piutang harus diketahui orang lain selain pedagang dan pelanggan yang berutang. Tentu saja hal ini sangat membantu untuk mengingatkan pelanggan yang tidak sengaja terlupa akan utangnya, bisa dibantu saksi untuk mengingatkan. Mengenai alternatif harga berbeda jika transaksi dilakukan dengan menyicil, boleh saja, asalkan ditetapkan di awal. Misal, jika membayar dengan 5 kali cicilan harganya 500.000, jika dibayar tunai saat itu juga harganya 400.000. Sesudah pelanggan sepakat untuk membayar 5 kali dengan harga 500.000, harga tersebut tidak boleh berubah, misal menjadi 600.000 jika membayarnya tertunda, atau diperjanjikan diskon di awal menjadi 400.000 jika dilunasi lebih cepat, karena perubahan harga itu menjadi riba. Harga cicilan dengan total 500.000 tidak boleh berubah.

Oleh : Dr. Laily Dwi Arsyianti Konsultan Keuangan Dosen IPB University
Sumber : Majalah Keluarga Hadila Edisi 188
Foto : pexels-jack-sparrow